Aku berdiri di antara lorong-lorong museum yang indah yang terletak dekat dengan puncak gunung Merapi. Aku melihat misteri di dalam gamelan, batik, dan lukisan. misteri tentang identitas Islam sebuah kerajaan yang menamakan dirinya Mataram Islam.
Mengapa cerita tentang Kerajaan Islam terfokus pada cerita Hindu-Budha dan perspektif kolonial?
Seringkali kita salah memahami sejarah, percaya bahwa Mataram Islam adalah hasil dari Islamisasi kerajaan Mataram Hindu-Budha. Meskipun demikian, jarak waktu sekitar 800 tahun membedakan keduanya. Pusatnya telah pindah ke Jawa Timur, menjadi Kediri dan Singosari, setelah runtuh selama beberapa waktu. Ini terjadi ratusan tahun sebelum Panembahan Senopati memulai perjalanannya ke Hutan Mentaok.
Melainkan keturunan ideologis dari Kesultanan Demak, Mataram Islam bukanlah kelanjutan dari dinasti pra-Islam. Namun, penduduk kolonial Belanda dengan cerdik menggunakan kesamaan nama geografis ini untuk mengubah orang menjadi Islam. Seolah-olah Islam hanyalah tamu yang tidak memiliki estetika untuk dipamerkan, mereka mengangkat kembali budaya kuno Jawa sebagai "budaya asli".
Kita pun diajak percaya bahwa pakaian terbuka dan sanggul adalah satu-satunya pakaian adat Mataram Islam. Padahal, jika kita telusuri, Mataram Islam bermula dari pengaruh kesultanan Demak yang kental dengan baju kurung dan penutup kepala. Aku teringat sebuah narasi tentang bagaimana abaya yang longgar perlahan 'dipotong' dan disesuaikan oleh standar estetika atau kenyamanan, hingga hijab dianggap sebagai benda asing di tanahnya sendiri.
Ironi ini mencapai puncaknya pada sosok Sultan Agung Hanyokrokusumo. Beliau begitu taat syariat hingga mengirimkan utusan ke Mekkah demi mendapat legitimasi dari Khilafah Utsmaniyah. Namun, bagaimana perasaan beliau ketika hari ini orang yang berziarah ke makamnya justru diharuskan melepas hijab dan diwajibkan memperlihatkan aurat? Sungguh sebuah tragedi, ketika aturan adat yang digaungkan oleh kolonial dianggap lebih tinggi daripada syariat yang beliau perjuangkan.
Apakah ini yang dimaksud dengan istilah sinkretisme? Apakah ini benar-benar deislamisasi yang dibungkus dalam cerita kebudayaan?
Museum ini indah, tetapi keindahan itu menghipnotis setiap orang ketika kebisuan tentang bagaimana peradaban tauhid telah "dijinakkan" menjadi sekadar seni yang tidak lagi berbahaya bagi penjajah.
Saatnya kita bangun dari kebodohan ini, karena Mataram Islam sejatinya dibangun di atas tauhid yang utuh, bukan budaya yang sengaja "dikebiri" agar kita lupa siapa sebenarnya kita.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar